A. PENTINGNYA
PENGENALAN TENTANG ANAK DIDIK
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong anak
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan sangat
menguntungkan baik bagi anak maupun masyarakat. Anak didik memandang sekolah
sebagai mencarinya sumber “bekal“ yang akan menbuka dunia bagi mereka. Orang
tua memandang sekolah sebagai tempat dimana anaknya akan mengembangkan
kemampuan. Pemerintah berharap agar sekolah akan mempersiapkan anak untuk
memjadi warga negara yang baik dan cakap. Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan,
yang menolong anak tidak hanya mengenal diri serta kemanpuan tetapi juga
mengenal dunia disekitarnya. Dalam hal ini agar dapat menolong anak ia harus
dikenal dalam segala aspeknya dan dalam konteks (situasi) hidupnya dimana ia
hidup. Tanpa pengenalan tidak mungkin kita membuat rencana yang efektif untuk
mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Bimbingan yang benar yang
berhasil harus didasarkan pengenalan terhadap dan tentang anak didik yang di
bimbingannya.
Hasil penelitian para pakar psikologi pendidikan dan ahli–ahli
instruksional menemukan bahwa otak kanan anak belum banyak di libatkan dalam
proses pembelajaran. Kurikulum pendidikan di Indonesia belum menyentuh
bagaimana menggali potensi siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran banyak bersifat
konstruktif dengan menekankan pada gambaran dominan kognitif. Hal ini bisa
terlihat dari sistem pendidikan kita yang masih lebih banyak mengandalkan
hafalan dan ukuran keberhasilan siswa di tentukan oleh bagaimana kemampuan
siswa menuliskan jawaban atau memilih pilihan jawaban secara objektif dari
masalah yang di hadapkan kepada siswa.
Dikatakan pula bahwa proses menciptakan lingkungan belajar
sedemikian rupa dengan pembelajaran. Belajar mungkin saja terjadi tanpa
pembelajaran namun pengaruh suatu pembelajaran dalam belajar hasil lebih sering
menguntungkan dan biasanya mudah di amati. Mengajar diartikan dengan suatu
keadaan untuk menciptakan situasi yang mampu merangsang untuk belajar.
B. MENGENAL
PADA DIRI MASING-MASING ANAK DIDIK
Dalam hal mendidik anak didik, kita harus mengenal dan memahami
hal-hal umum yang terdapat pada semua anak tanpa terkecuali dan hal-hal yang
unik dan khusus. Faktor-faktor yang mendukung dalam berkembang pendidikan anak
didalam pengenalan anak didik dalam psikologi, diantaranya :
1. Empiris
Sosial Psikologi
Empiris sosisal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
yang dialami oleh anak didalam ataupun di luar rumah yang sangat berpengaruh
dalam perkendalian pendidikan anak adalah keluarga. Keluarga adalah komponen
utama yang membina dan membentuk anak menjadi yang lebih baik. Kemampuan dan
ilmu pengetahuan yang dimiliki orang tua membantu pendidikan dalam rumah tangga
sangatlah penting dalam pengenalan anak didik.
Orang tua adalah ujung tombak keluarga dalam mengembangkan
bakat-bakat yang dimiliki oleh seorang anak, baik itu perkembangan fisik manpun
perkembangan di bidang keilmuan. Orang tua yang mengarahkan anak mau dijadiakan
seperti apa anak kita. Ketika orang tua dari awal sudah salah mendidik dan
membimbing anak maka ketika tumbuh berkembang akan tumbuh seperti didikan orang
tuanya yang salah.
2. Empiris
Trancendel
Dalam perkembangan empiris trancendel ini guru adalah ujung tombak
dalam mengatur, mengarahkan dan membimbing anak didik ke jalan yang lebih baik
sesuai dengan tujuan pendidikan ynag telah dicanangkan bersama. Anak
adalah seorang yang berada pada sesuatu masa perkembangan tertentu dan
mempunyai potensi menjadi dewasa. Dalam hal ini seorang guru mengenal anak
didiknya agar tujuan pendidikan yand dicanagkan bersama dapat
terealisasi dengan baik di lingkungan masyarakat.
Teori yang menyatakan bahwa perkembangan seorang individu akan
ditentukan oleh empirisnya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama
perkembangan individu itu. Menurut teori ini individu yang dilahirkan itu
seperti kertas putih bersih yang belum ada tulisannya yang dikemukakan oleh
John Locke. Tulisan itu akan ada seiring dengan penagalaman hidup mereka sesuai
dengan apa yang diperbuat (apa yang salah dan apa yang benar). Dalam diri
seorang anak pasti ada kecenderungan untuk mementingkan dirinnya sendiri dari
pada orang lain. Tapi jiwa seorang amat berharga sampai ada ungkapan dari orang
tua ketika melihat anaknya terluka (lebih baik aku yang sakit dan terluka dari
pada kamu anakku). Jadi pengalaman-pengalaman anak didik yang diperolah
disekolah akan mempengaruhi perkembangan individu baik itu di bidang fisik
maupun keilmuan.
3. Anak pada
Hakikatnya Baik
Hakikatnya seorang anak itu baik, tetapi seiring perjalanan waktu
akan terpenagruh oleh lingkungan baik itu di rumah, sekolah dan tempat bermain.
Anak itu bagaikan sebuah bintang yang bersinar tetapi akan redup ketika orang
tua dan guru kurang memberikan didikan yang baik. Ketika seorang anak
berperilaku menyimpang atau nakal, berarti ada masalah dalam pendidikan dan
pengalaman yang dia peroleh seperti kurangnya perhatian yang diberikan oleh
orang tua kepada anaknya karena kesibukan masing-masing, sehingga anak
bertingkah menyimpang untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Dan juga di
sekolah umpanya dia dikucilkan atau tidak mendapatkan perrhatian dan arahan
yang baik dari pendidik maka akan berakibat dalam kehidupan di lingkungan
masyarakat. Tetapi ketika seorang anak mendapatkan perhatian dan bimbingan yang
baik dari orang tua ataupun pendidik maka seorang anak akan berprilaku yang
baik sesuai dengan pengalaman ditambah ilmu pengetahuan yang diperolehnya.
4. Kebutuhan
Pokok Anak
Setiap anak mempunyai kebutuhan pokok yang berbeda-beda dengan
kebutuhan pokok orang dewasa. Kebutuhan pokok anak masih bersifat emosional dan
bermain, ketika kebutuhan pokok anak tidak terpenuhi maka akan terjadi masalah
tertentu. Anak biasanya jarang mempedulikan soal makan tetapi makan
snack/makanan ringan yang selalu diinginkan kebutuhan pokok anak seperti halnya
: kesenangan bermain permainan, kesenagan akan makanan yang disukainya,
kecenderungan dengan teman bermainnya.
Orang tua harus jeli dalam memenuhi kebutuhan pokok anak. Ababila
orang tua mampu mengerti akan kebutuhan pokok anak yang di kemas dengan
kegiatan yang dilakukan sehari-hari ditambah dengan ilmu pengetahuan maka anak
akan tambah berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Kebutuhan pokok anak
dibagi atas tiga aspek yaitu kebutuhan jasmani, kebutuhan kejiwaan (pscyhologis),
dan kebutuhan rohani.
5. Anak
Didik Tidak Boleh Diukur oleh Kemampuan Pendidikan
Seorang pendidik adalah ujung tombak perkembangan anak selain
orang tua untuk menjalani kehidupan di masa depan. Seorang pendidik
dituntut kesabaran dan keuletan dalam mendidik seorang anak karena setiap anak
memilki potensi-potensi yang berbeda. Seorang guru harus bisa memberikan
pelajaran yang mudah dipahami dan diperhatikan oleh seorang anak didik. Seorang
anak didik pasti memilki tingkat kebosanan yang berbeda dalam hal menerima
pelajaran di dalam kelas.
Dalam menyuntikkan pelajarannya, harus dengan cara yang
menyenangkan supaya dapat diserap dengan baik oleh seorang anak memilki
tingkat kemampuan dalam menerima pelajaran ke otaknya. Ada yang mudah menyerap
pelajaran, sedang dan ada yang sulit menyerap pelajaran. Jadi seorang pendidik
tidak boleh menyamakan dirinya dengan seorang anak didik dalam mentrasnfer
ilmunya meskipun anak tersebut pandai.
6. Langkah-langkah
perkembangan
Perkembangan anak meliputi segi-segi jasmani, jiwa dan rohani
juga. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mengambil
peranan besar dalam membentuk watak anak. Dalam perkembangan, ada
periode-periode tertentu, dan pada tiap perkembangan terlihat ada sikap,
kecenderungan pola sikap, watak dan tingkah laku tertentu, yang menunjukkan
kesamaan jika dibandingkan dengan yang terlihat pada teman-teman sebaya.
Tinjauan Masa-Masa Perkembangan:
1) Masa
0-3 tahun
a) Pertumbuhan
berlangsung dengan pesat, terutama pertumbuhan jasmaninya.
b) Jiwani: masa ini
merupakan masa pembentukan pola atau tipe kepribadian, pola kebiasaan
dan sikap yang diperolehnya dengan penanaman kebiasaan atau peniruan dari
orang tua (tranfer), dari sikap, perasaan atau suasana hati.
c) Rohani:
konsep tentang Tuhan diperolehnya dari orang tua. Konsep ini telah dimiliki
anak sebelum ia dapat bercakap-cakap. Biasanya konsep ini
berhubungan/sejajar dengan konsep anak tentang orang tuanya (baik,
buruk, adil, penuh kasih, jahat, dingin, dan lain-lain).
2) Masa
3-5 tahun (Masa Pemain Kecil)
a) Jasmani:
anak terus-menerus aktif/bergerak, terutama dengan alat-alat motoriknya. Pada
masa ini ia harus berusaha memperoleh keterampilan dengan otot-ototnya
hanya saja ia lekas lelah.
b) Jiwani: ia ingin belajar,
ingin mengetahui segala sesuatu ia belajar dari berbuat. Anak
mempunyai fantasi yang kuat dan senang menirukan
c) Rohani: konsep tentang
Tuhan langsung diperoleh dari cerita-cerita atau
pengalaman-pengalaman. Biasanya Tuhan digambarkan dalam bentuk manusia.
3) Masa
6-12 Tahun (Masa Sekolah Dasar)
Masa
ini terkenal oleh perkembangan jasmani secara memanjang. Pada segi jiwani, masa
ditandai oleh perkembangan inteligensi yang pesat. Anak ingin mengetahui segala
sesuatu dan berpikir secara logis. Keinginan untuk mengetahui dan mencintai
kebenaran yang diterapkan pula pada segi kerohanian.
·
6-7 Tahun:
a) Jasmani: Anak
menunjukkan kegiatan yang mengarah atau bertujuan. Meskipun sudah bergiat
dalam kelompok, sikapnya masih memusat pada diri sendiri (self
center). Kegiatan pada masa ini sudah tidak sepenuhnya spontan
(dengan sendirinya).
b) Jiwani: Pada
masa ini anak banyak melihat dan bertanya. Fantasinya hidup dan selalu
dihubungkan dengan kehidupan yang nyata. Juga tampak bahwa anak
makin berpikir secara logis.
c) Rohani: Anak
memisahkan konsep tentang Tuhan dari konsep tentang orang tua. Ia mencari dan
mendekati Tuhan dengan sikap keheranan (takjub) dan sikap ingin tahu
: melihat Tuhan sebagai Maha Besar, tetapi disamping itu, ia
inginmengasihi, mempercayai dan menurut tuhan yesus, dan menganggap sebagai
semestinya untuk memujanya
·
8-10 Tahun:
a) Jasmani: Ini
merupakan masa anak mengadakan “konsolidasi”, sehingga perkembangan anak
berjalan secara lambat. Arah perkembangannya memperoleh penguasaan dan keterampilan.
b) Jiwani: Gambaran
tentang Tuhan masih tetap konkret dan terutama dalam bentuk “manusia yesus”.
Konsep ini lebih di dasarkan pada perasaan dari pada pengertian, dan ia
masih menganggap Tuhan memiliki sifat-sifat kesucian, kebaikan dan
kehalusan.
·
10-12 Tahun:
a) Jasmani: Kegiatan
dilakukan terutama di antara dan dengan jenis kelamin atau seks sendiri. Anak
mempunyai semangat kompetisi di samping rasa persekutuan yang masih
terbatas di antara sekse sendiri, sedangkan terhadap sekse lain mereka
bersikap bermusuhan.
b) Jiwani: Ingatan
anak pada masa ini kuat tumbuh pula pemikiran secara kritis dan mendalam.
Timbulnya kesadaran akan kehidupan batinnya menyebabkan anak bersikap
membatasi diri terhadap orang dewasa. Anak menunjukkan keinginan
untuk mengambil inisiatif dan tangguna jawab.
c) Rohani: Tuhan
malin lama makin dilihat sebagai Kristus, yang dipandang sebagai pahlawan.
Tuhan tidak sepenuhnya digambarkan sebagai manusia tetapi tekanannya makin
diletakkan pada sifat-sifat-Nya, terutama pada keramahan-Nya.
·
13-19 Tahun ke atas: Masa Adolesensi (pubertas)
a) Jasmani:
Perubahan dan pertumbuhan yang begitu cepat menimbulkan kebingungan dan keakuan
anak di dalam mengambil sikap atau tingkah laku. Masa ini juga
ditandai oleh matangnya alat-alat kelamin dan mulai berfungsinya
kelenjar-kelenjar yang menimbulkan dorongan tertentu. Pertumbuhan kemasakan
ini lebih cepat pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Di samping
perkembangan inteligensi (dan berpikir logis), fantasi mereka menjadi sangat
kuat, hingga sering terjadi pertentangan dengan pemikiran kritis
atau logis. Anak sering berfantasi mengkhayal. Pikiran anak penuh dengan
ide-ide baru dengan kreasi. Anak memilih dan menyeleksi dan membuat konsep
(yang sebagian dibuang dan yang lainnya dimasak lebih lanjut). Anak penuh
dengan cita-cita, ide-ide, disamping juga ia mencari kenyataan, mencari
kebenaran, mencari tujuan hidup.
b) Emosi: Kehidupan
emosi anak mengalami pergolakan hebat sebagai akibat dari adanya
perubahan-perubahan baik pada aspek jasmani maupun jiwami, misalnya dalam sikap
dan pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dan
barang-barang di sekitarnya. Keharusan dan keinginan untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan sikap dan pandangan tersebut, juga ia menyesuaikan
diri dengan keadaan yang baru.
c) Rohani: Anak
adolesen boleh dikatakan berada di persimpangan jasan. Dalam usahanya untuk
menempakat emosinya yang bergolak di tempat yang semestinya, dan dalam usahanya
untuk mengekspresikan diri, anak sering jatuh ke dalam keadaan yang
membingungkan,hal ini menimbilkan perasaan tidak aman atau tidak terjamin.
Sebab itu, timbul keinginan untuk membuang segala macam kebiasaan, tradisi,
kepercayaan dan kekuasaan yang dirasakannya mempersempit kebebasannya bergerak
menurut kehendak hatinya sendiri.
7. Inteligensi
Pendalaman dalam Kepribadian
Tiap anak dibentuk juga oleh lingkungan dan
pengalaman-pengalaman. Bagaimana lingkungan dan pengalaman mempengaruhi
individu itu tergantung pada dan merefleksikan faktor yang kedua, yaitu
faktor-faktor atau sifat yang khusus dan integrasi yang unik, yang meliputi :
Mengenal anak berati mengenal respons dan tingkah lakunya dalam
bermacam-macam situasi. Mengenal tidak hanya berati atau meliputi pengumpulan
data-data dan tingkah laku tentang anak, karena “data” itu sendiri hanya dapat
digunakan dengan baik jika bertalian dengan situasi dan waktu di mana
fakta-fakta tersebut telah diperoleh.
Mengenal meliputi aspek yang banyak sekali dan yang cukup
kompleks, misalnya:
I.
Mengenal variasi dalam kecepatan perkembangan jasmani, jiwani
dan rohani.
II.
Mengenal “persepsi” (penerimaan) dunia atau sekitar anak.
III.
Mengenal tingkah laku yang hanya dimiliki karena harapan dari
kebudayaan.
IV. Mengenal
tingkah laku sebagai gejala saja
V. Mengenal
bahwa tingkah laku yang dipelajari juga dapat diubah dengan proses belajar.
VI. Mengenal
bahwa jika anak tidak berhasil atau mampu menyesuaikan diri dengan
faktor-faktor dalam lingkungannya ia akan mengambil sikap dan tingkah laku
tertentu untuk menutupi kegagalannya.
VII. Kemungkinan
juga seseorang anak memiliki keterampilan atau kecerdasan khusus yang
belum diketahui dan belum digali,dan banyak hal lagi yang perlu dikenal.
“Mengenal anak” adalah proses yang berlangsung terus dan tidak ada habisnya.
Cara yang sederhana, yang “informal”, yang wjar dan yang berjalan
terus-menerus sering kali cukup efektif: misalnya mengatur ruang kelas dan
tempat duduk anak sedemikian rupa agar setiap anak mendapatkan perhatian guru
dengan mempertimbangkan kebutuhan anak, kelemahan dan kekuatan tiap-tiap anak.
Penting bagi pembimbing untuk memilih cara yang tepat diperlukan dalam usaha
atau kegiatan membimbing pada saat itu.
Beberapa segi atau hal yang perlu diketahui pembimbing dalam
menolak anak dan cara yang dipakai:
1) Pengalaman-pengalaman
yang lampau dalam pendidikan melalui surat, tes, pertanyaan,
wawancara, dan lain-lain.
2) Kegiatan
ekstrakurikuler, melalui questionaire (angket).
3) Kegiatan
pada waktu luang, melalui angket (questionaire), biografi, catatan harian, dan
lain-lain.
4) Penyesuaian
sosial, melalui anecdotal record, observasi, dan lain-lain.
5) Latar
belakang rumah, melalui wawancara, angket (questionaire).
6) Kesehatan,
melalui observasi, pemeriksaan dan lain-lain.
7) Kecakapan
dan keterampilan baik yang akademis maupun aestetis, sosial, teknis dan
lain-lain. Melaui observasi, catatan harian, angket dan lain-lain.
8) Minat,
terutama melaui sikap terhadap kegiatan dan orang.
9) Rencana
dan harapan-harapan, melalui hubungan informal dan wawancara.
Semua orang yang ikut berpartisipasi dalam proses pendidikan dan
pengajaran anak, hendaknya mengenal pribadi anak didik.
C. PERBEDAAN
– PERBEDAAN INDIVIDUAL
Setiap anak mempunyai perbedaan baik dari segi fisik, emosi,
rohani maupun kecerdasan. Kepribadian dan motivasi cenderung menentukan
penyesuaian diri dan performansi akademik anak, seperti halnya : beberapa siswa
tidak mau mengambil resiko mencoba menghadapi tugas – tugas ataupun sesuatu
yang baru karena takut gagal dan salah. Itu adalah pemikiran yang sangat
dangkal yang harus bisa diubah, oleh seorang pendidik dengan cara
yang kreatif dan dapat memotivasi anak untuk mencoba sesuatu yang baru supaya
tidak takut gagal dan salah.
Oleh karena itu kegagalan, sesuatu yang sangat indah karena dengan
kegagalan itu kita tidak dapat menyerah dan ingin mencobanya lagi. Fikiran
setiap anak didik berbeda dalam menangkap sesuatu yang baru, bisa positif
ataupun negative, maka peran dan motivasi seorang pendidik dapat
mempengaruhinya. Yang sesuai dengan tujuan pendidikan mencerdaskan anak bangsa,
cerdas bukan hanya secara fisik tetapi juga secara rohani. Menurut Attinson dan
Feather mengembangkan modal yang sangat berguna untuk menjelaskan disintegrasi
motivasi siswa untuk berhasil belajar ketika pengalaman belajar masa lampau
menyebabkan merasa tak senang dan takut akan gagal. Dari McCelland dikenal
dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement (
N.Ach ) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda – beda, sesuai dengan kekuatan
kebutuhan seseorang akan prestasi. Menurut McCelland karakteristik orang yang
berprestasi tinggi ( high achievers ) memiliki tiga ciri umum yaitu :
1. Sebuah
presensi untuk mengerjakan tugas – tugas dengan derajat kesulitan moderat.
2. Menyukai
situasi _ situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya – upaya mereka
sendiri, dan bukan karena factor – factor lain, seperti kemujuran misalnya.
3. Menginginkan
umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, di bandingkan dengan
mereka yang berprestasi tinggi.
Untuk membedakan hal – hal terdapat dalam batin seseorang dengan
hal – hal yang terdapat dalam dunia luar. Rogers mengemukakan tentang konsep
diri yang merupakan gabungan dari tiga unsur :
1. Bagaiamnan
seseorang atau orang lain meliha tentang dirinya.
2. Bagaiman
kenyataan tentang dirinya
3. Apa yang
di cita – citakan tentang dirinya.
Factor – factor penting dari kepribadian dan motivasi yang
mempengaruhi keberhasilan dalam situasi belajar :
1. Self
concept ( konsep diri )
2. Locos of
control ( pengendalian terhadap sesuatu )
3. Kecemasan
yang dialam oleh anak didik
4. Motivasi
hasil belajar
Manusia adalah makhluk yang istimewa, selain karena memiliki
kemampuan-kemampuan lebih tinggi dari makhluk lainnya, ia juga memiliki apa
yang disebut aku, diri atau dalam bahasa inggrisnya self atau ego. Karena
memiliki aku ini dia dapat berdialog dengan orang lain yang juga punya aku.
Individu juga dapat berdialog dengan dirinya, sebab aku ini bisa berperan
sebaigai subjek (I) dan bisa juga berperan sebagai objek (Me).
Aku atau self meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan
cita-cita, baik yang disadari ataupun tidak disadari individu tentang dirinya.
Aku yang disadari oleh individu disebut self picture atau gambaran aku,
sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self atau
aku tak sadar.
Telah di kemukakan diatas bahwa self melibatkan kepercayaan,
sikap, perasaan, dan cita – cita. Sejauh mana individu dapat memiliki
kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita – citanya akan berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadiannya, terutama kesehatan mentalnya. Begitu pula, setiap
orang memiliki sikap dan perasaan tertentu terhadap dirinya. Sikap akan di
wujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan
perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak akan keadaan dirinya.
Sikap terhadap dirinya berkaitan dengan pembentukan harga diri (penilaian
diri), yang menurut Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang
amat penting. Betapa pentingnya setiap orang untuk dapat membangun dan memenuhi
kebutuhan harga diri secara realistic, melalui pengembangan segenap potensi
yang dimilikinya hingga menjadi sebuah prestasi. Orang tua dan guru memiliki
tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya),
melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga
diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan
guru sebagai fasilitator.
Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang dapat
mempengaruhi tingkah lakunya untuk mendapatkan gambaran umum tentang dirinya
yang berkembang sesuai dengan umur dan pengaruh lingkungan. Menurut Rotter,
Locus of control mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi eksternal dan dimensi
internal. Dimensi eksternal akan menganggap bahwa tanggung jawab segala
perbuatan itu berada di luar diri si pelaku. Orang tua yang dominan, terlalu
melarang, mengecam, mengakibatkan orang tuanya mempunyai sifat gerogi, curiga,
dan rasa permusuhan. Sedangkan dimensi internal melihat bahwa tanggung jawab
segala perbuatan itu berada pada diri sendiri si pelaku.
Orang tua yang sangat mendorong, membantu, mengharap anak segera
dapat berdiri sendiri di usia muda, yang membuat kecemasan menggambarkan keadaan
emosional yang dikaitkan dengan ketakutan.
Kecemasan dapat dirasakan oleh setiap anak didik, seperti anak
pandai akan gelisah ataupun cemas ketika akan menghadapi ujian atau teks tidak
terkecuali anak yang sedang dan kurang pandai. Rasa cemas hilang, ketika orang
tua dapat memberikan dorongan atau motivasi. Attinson dan feather (1966)
menyatakan bahwa situasi kompetitif timbul karena: keinginan untuk berhasil dan
keinginan untuk tidak gagal
Rangkuman
Anak didik memandang sekolah sebagai mencarinya sumber “ bekal “
yang akan menbuka dunia bagi mereka. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat
dimana anaknya akan mengembangkan kemampuan. Pemerintah berharap agar sekolah
akan mempersiapkan anak untuk memjadi warga negara yang baik dan cakap.
Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan, yang menolong anak tidak hanya
mengenal diri serta kemanpuan tetapi juga mengenal dunia disekitarnya. Dalam
hal ini agar dapat menolong anak ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan
dalam konteks ( situasi ) hidupnya dimana ia hidup. Tanpa pengenalan tidak
mungkin kita membuat rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri
anak tersebut. Bimbingan yang benar yang berhasil harus didasarkan pengenalan
terhadap dan tentang anak didik yang di bimbingannya.
Faktor-faktor yang mendukung dalam berkembang pendidikan anak
didalam pengenalan anak didik dalam psikologi, diantaranya :
1. Empiris
Sosial Psikologi
2. Empiris
Trancendel
3. Anak pada
Hakikatnya Baik
4. Kebutuhan
Pokok Anak
5. Anak
Didik Tidak Boleh Diukur oleh Kemampuan Pendidikan
6. Langkah-langkah
perkembangan
7. Inteligensi
Pendalaman dalam Kepribadian
Kepribadian dan motivasi cenderung menentukan penyesuaian diri dan
performansi akademik anak, seperti halnya : beberapa siswa tidak mau mengambil
resiko mencoba menghadapi tugas – tugas ataupun sesuatu yang baru karena takut
gagal dan salah. Itu adalah pemikiran yang sangat dangkal yang harus bisa
diubah, oleh seorang pendidik dengan cara yang kreatif dan dapat
memotivasi anak untuk mencoba sesuatu yang baru supaya tidak takut gagal dan
salah. Oleh karena itu kegagalan, sesuatu yang sangat indah karena dengan
kegagalan itu kita tidak dapat menyerah dan ingin mencobanya lagi. Fikiran
setiap anak didik berbeda dalam menangkap sesuatu yang baru, bisa positif
ataupun negative, maka peran dan motivasi seorang pendidik dapat
mempengaruhinya. Yang sesuai dengan tujuan pendidikan mencerdaskan anak bangsa,
cerdas bukan hanya secara fisik tetapi juga secara rohani.
Factor – factor penting dari kepribadian dan motivasi yang
mempengaruhi keberhasilan dalam situasi belajar :
1. Self
concept ( konsep diri )
2. Locos of
control ( pengendalian terhadap sesuatu )
3. Kecemasan
yang dialam oleh anak didik
4. Motivasi
hasil belajar
![]() |
Daftar Pustaka
Drs.
Soemanto, Wasty, M.Pd. 1990. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja
Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Prof. Dr.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.