Kamis, 16 Januari 2014

Pentingnya Pengenalan Tentang Anak Didik

A.     PENTINGNYA PENGENALAN TENTANG ANAK DIDIK
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan sangat menguntungkan baik bagi anak maupun masyarakat. Anak didik memandang sekolah sebagai mencarinya sumber “bekal“ yang akan menbuka dunia bagi mereka. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat dimana anaknya akan mengembangkan kemampuan. Pemerintah berharap agar sekolah akan mempersiapkan anak untuk memjadi warga negara yang baik dan cakap. Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan, yang menolong anak tidak hanya mengenal diri serta kemanpuan tetapi juga mengenal dunia disekitarnya. Dalam hal ini agar dapat menolong anak ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan dalam konteks (situasi) hidupnya dimana ia hidup. Tanpa pengenalan tidak mungkin kita membuat rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Bimbingan yang benar yang berhasil harus didasarkan pengenalan terhadap dan tentang anak didik yang di bimbingannya.
Hasil penelitian para pakar psikologi pendidikan dan ahli–ahli instruksional menemukan bahwa otak kanan anak belum banyak di libatkan dalam proses pembelajaran. Kurikulum pendidikan di Indonesia belum menyentuh bagaimana menggali potensi siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran banyak bersifat konstruktif dengan menekankan pada gambaran dominan kognitif. Hal ini bisa terlihat dari sistem pendidikan kita yang masih lebih banyak mengandalkan hafalan dan ukuran keberhasilan siswa di tentukan oleh bagaimana kemampuan siswa menuliskan jawaban atau memilih pilihan jawaban secara objektif dari masalah yang di hadapkan kepada siswa.
Dikatakan pula bahwa proses menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa dengan pembelajaran. Belajar mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran namun pengaruh suatu pembelajaran dalam belajar hasil lebih sering menguntungkan dan biasanya mudah di amati. Mengajar diartikan dengan suatu keadaan untuk menciptakan situasi yang mampu merangsang untuk belajar.

B.     MENGENAL PADA DIRI MASING-MASING ANAK DIDIK
Dalam hal mendidik anak didik, kita harus mengenal dan memahami hal-hal umum yang terdapat pada semua anak tanpa terkecuali dan hal-hal yang unik dan khusus. Faktor-faktor yang mendukung dalam berkembang pendidikan anak didalam pengenalan anak didik dalam psikologi, diantaranya :

1.    Empiris Sosial Psikologi
Empiris sosisal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang dialami oleh anak didalam ataupun di luar rumah yang sangat berpengaruh dalam perkendalian pendidikan anak adalah keluarga. Keluarga adalah komponen utama yang membina dan membentuk anak menjadi yang lebih baik. Kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki orang tua membantu pendidikan dalam rumah tangga sangatlah penting dalam pengenalan anak didik.
Orang tua adalah ujung tombak keluarga dalam mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki oleh seorang anak, baik itu perkembangan fisik manpun perkembangan di bidang keilmuan. Orang tua yang mengarahkan anak mau dijadiakan seperti apa anak kita. Ketika orang tua dari awal sudah salah mendidik dan membimbing anak maka ketika tumbuh berkembang akan tumbuh seperti didikan orang tuanya yang salah.

2.    Empiris Trancendel
Dalam perkembangan empiris trancendel ini guru adalah ujung tombak dalam mengatur, mengarahkan dan membimbing anak didik ke jalan yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan ynag telah dicanangkan  bersama. Anak adalah seorang yang berada pada sesuatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi menjadi dewasa. Dalam hal ini seorang guru mengenal anak didiknya agar tujuan pendidikan yand dicanagkan bersama  dapat terealisasi dengan baik di lingkungan masyarakat.
Teori yang menyatakan bahwa perkembangan seorang individu akan ditentukan oleh empirisnya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu. Menurut teori ini individu yang dilahirkan itu seperti kertas putih bersih yang belum ada tulisannya yang dikemukakan oleh John Locke. Tulisan itu akan ada seiring dengan penagalaman hidup mereka sesuai dengan apa yang diperbuat (apa yang salah dan apa yang benar). Dalam diri seorang anak pasti ada kecenderungan untuk mementingkan dirinnya sendiri dari pada orang lain. Tapi jiwa seorang amat berharga sampai ada ungkapan dari orang tua ketika melihat anaknya terluka (lebih baik aku yang sakit dan terluka dari pada kamu anakku). Jadi pengalaman-pengalaman anak didik yang diperolah disekolah akan mempengaruhi perkembangan individu baik itu di bidang fisik maupun keilmuan.

3.    Anak pada Hakikatnya Baik
Hakikatnya seorang anak itu baik, tetapi seiring perjalanan waktu akan terpenagruh oleh lingkungan baik itu di rumah, sekolah dan tempat bermain. Anak itu bagaikan sebuah bintang yang bersinar tetapi akan redup ketika orang tua dan guru kurang memberikan didikan yang baik. Ketika seorang anak berperilaku menyimpang atau nakal, berarti ada masalah dalam pendidikan dan pengalaman yang dia peroleh seperti kurangnya perhatian yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya karena kesibukan masing-masing, sehingga anak bertingkah menyimpang untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Dan juga di sekolah umpanya dia dikucilkan atau tidak mendapatkan perrhatian dan arahan yang baik dari pendidik maka akan berakibat dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Tetapi ketika seorang anak mendapatkan perhatian dan bimbingan yang baik dari orang tua ataupun pendidik maka seorang anak akan berprilaku yang baik sesuai dengan pengalaman ditambah ilmu pengetahuan yang diperolehnya.

4.    Kebutuhan Pokok Anak
Setiap anak mempunyai kebutuhan pokok yang berbeda-beda dengan kebutuhan pokok orang dewasa. Kebutuhan pokok anak masih bersifat emosional dan bermain, ketika kebutuhan pokok anak tidak terpenuhi maka akan terjadi masalah tertentu. Anak biasanya jarang mempedulikan soal makan tetapi makan snack/makanan ringan yang selalu diinginkan kebutuhan pokok anak seperti halnya : kesenangan bermain permainan, kesenagan akan makanan yang disukainya, kecenderungan dengan teman bermainnya.
Orang tua harus jeli dalam memenuhi kebutuhan pokok anak. Ababila orang tua mampu mengerti akan kebutuhan pokok anak yang di kemas dengan kegiatan yang dilakukan sehari-hari ditambah dengan ilmu pengetahuan maka anak akan tambah berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Kebutuhan pokok anak dibagi atas tiga aspek yaitu kebutuhan jasmani, kebutuhan kejiwaan (pscyhologis), dan kebutuhan rohani.

5.    Anak Didik Tidak Boleh Diukur oleh Kemampuan Pendidikan
Seorang pendidik adalah ujung tombak perkembangan anak selain orang tua untuk menjalani kehidupan di masa depan. Seorang pendidik dituntut kesabaran dan keuletan dalam mendidik seorang anak karena setiap anak memilki potensi-potensi yang berbeda. Seorang guru harus bisa memberikan pelajaran yang mudah dipahami dan diperhatikan oleh seorang anak didik. Seorang anak didik pasti memilki tingkat kebosanan yang berbeda dalam hal menerima pelajaran di dalam kelas.
Dalam menyuntikkan pelajarannya, harus dengan cara yang menyenangkan supaya dapat diserap dengan baik oleh seorang anak memilki tingkat kemampuan dalam menerima pelajaran ke otaknya. Ada yang mudah menyerap pelajaran, sedang dan ada yang sulit menyerap pelajaran. Jadi seorang pendidik tidak boleh menyamakan dirinya dengan seorang anak didik dalam mentrasnfer ilmunya meskipun anak tersebut pandai.

6.    Langkah-langkah perkembangan
Perkembangan anak meliputi segi-segi jasmani, jiwa dan rohani juga. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mengambil peranan besar dalam membentuk watak anak. Dalam perkembangan, ada periode-periode tertentu, dan pada tiap perkembangan terlihat ada sikap, kecenderungan pola sikap, watak dan tingkah laku tertentu, yang menunjukkan kesamaan jika dibandingkan dengan yang terlihat pada teman-teman sebaya.
Tinjauan Masa-Masa Perkembangan:
1)        Masa 0-3 tahun
a)    Pertumbuhan berlangsung dengan pesat, terutama pertumbuhan jasmaninya.
b)   Jiwani: masa ini merupakan masa pembentukan pola atau tipe kepribadian, pola kebiasaan dan sikap yang diperolehnya dengan penanaman kebiasaan atau peniruan dari orang tua (tranfer), dari sikap, perasaan atau suasana hati.
c)    Rohani: konsep tentang Tuhan diperolehnya dari orang tua. Konsep ini telah dimiliki anak sebelum ia dapat bercakap-cakap. Biasanya konsep ini berhubungan/sejajar dengan konsep anak tentang  orang tuanya (baik, buruk, adil, penuh kasih, jahat, dingin, dan lain-lain).
2)        Masa 3-5 tahun (Masa Pemain Kecil)
a)    Jasmani: anak terus-menerus aktif/bergerak, terutama dengan alat-alat motoriknya. Pada masa ini ia harus berusaha memperoleh keterampilan dengan otot-ototnya hanya saja ia lekas lelah.
b)   Jiwani: ia ingin belajar, ingin mengetahui segala sesuatu ia belajar dari berbuat. Anak mempunyai fantasi yang kuat dan senang menirukan
c)   Rohani: konsep tentang Tuhan langsung diperoleh dari cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman. Biasanya Tuhan digambarkan dalam bentuk manusia.
3)        Masa 6-12 Tahun (Masa Sekolah Dasar)
Masa ini terkenal oleh perkembangan jasmani secara memanjang. Pada segi jiwani, masa ditandai oleh perkembangan inteligensi yang pesat. Anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berpikir secara logis. Keinginan untuk mengetahui dan mencintai kebenaran yang diterapkan pula pada segi kerohanian.
·        6-7 Tahun:
a)      Jasmani: Anak menunjukkan kegiatan yang mengarah atau bertujuan. Meskipun sudah bergiat dalam  kelompok, sikapnya masih memusat pada diri sendiri (self center). Kegiatan pada masa ini sudah  tidak sepenuhnya spontan (dengan sendirinya).
b)      Jiwani: Pada masa ini anak banyak melihat dan bertanya. Fantasinya hidup dan selalu dihubungkan dengan  kehidupan yang nyata. Juga tampak bahwa anak makin berpikir secara logis.
c)      Rohani: Anak memisahkan konsep tentang Tuhan dari konsep tentang orang tua. Ia mencari dan mendekati  Tuhan dengan sikap keheranan (takjub) dan sikap ingin tahu : melihat Tuhan sebagai Maha Besar,  tetapi disamping itu, ia inginmengasihi, mempercayai dan menurut tuhan yesus, dan menganggap sebagai semestinya untuk memujanya
·        8-10 Tahun:
a)      Jasmani: Ini merupakan masa anak mengadakan “konsolidasi”, sehingga perkembangan anak berjalan secara lambat. Arah perkembangannya memperoleh penguasaan dan keterampilan.
b)      Jiwani: Gambaran tentang Tuhan masih tetap konkret dan terutama dalam bentuk “manusia yesus”. Konsep ini lebih di dasarkan pada perasaan dari pada pengertian, dan ia masih menganggap Tuhan memiliki  sifat-sifat kesucian, kebaikan dan kehalusan.
·        10-12 Tahun:
a)      Jasmani: Kegiatan dilakukan terutama di antara dan dengan jenis kelamin atau seks sendiri. Anak mempunyai  semangat kompetisi di samping rasa persekutuan yang masih terbatas di antara sekse sendiri, sedangkan terhadap sekse lain mereka bersikap bermusuhan.
b)      Jiwani: Ingatan anak pada masa ini kuat tumbuh pula pemikiran secara kritis dan mendalam. Timbulnya kesadaran akan kehidupan batinnya menyebabkan anak bersikap membatasi diri terhadap orang  dewasa. Anak menunjukkan keinginan untuk mengambil inisiatif dan tangguna jawab.
c)      Rohani: Tuhan malin lama makin dilihat sebagai Kristus, yang dipandang sebagai pahlawan. Tuhan tidak sepenuhnya digambarkan sebagai manusia tetapi tekanannya makin diletakkan pada sifat-sifat-Nya, terutama pada keramahan-Nya.
·        13-19 Tahun ke atas: Masa Adolesensi (pubertas)
a)    Jasmani: Perubahan dan pertumbuhan yang begitu cepat menimbulkan kebingungan dan keakuan anak di  dalam mengambil sikap atau tingkah laku. Masa ini juga ditandai oleh matangnya alat-alat kelamin  dan mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar yang menimbulkan dorongan tertentu. Pertumbuhan  kemasakan ini lebih cepat pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Di samping perkembangan inteligensi (dan berpikir logis), fantasi mereka menjadi sangat kuat, hingga  sering terjadi pertentangan dengan pemikiran kritis atau logis. Anak sering berfantasi mengkhayal. Pikiran anak penuh dengan ide-ide baru dengan kreasi. Anak memilih dan menyeleksi dan membuat konsep (yang sebagian dibuang dan yang lainnya dimasak lebih lanjut). Anak penuh dengan cita-cita, ide-ide, disamping juga ia mencari kenyataan, mencari kebenaran, mencari tujuan hidup.
b)   Emosi: Kehidupan emosi anak mengalami pergolakan hebat sebagai akibat dari adanya perubahan-perubahan baik pada aspek jasmani maupun jiwami, misalnya dalam sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dan barang-barang di sekitarnya. Keharusan dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sikap dan pandangan tersebut, juga ia menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru.
c)    Rohani: Anak adolesen boleh dikatakan berada di persimpangan jasan. Dalam usahanya untuk menempakat emosinya yang bergolak di tempat yang semestinya, dan dalam usahanya untuk mengekspresikan diri, anak sering jatuh ke dalam keadaan yang membingungkan,hal ini menimbilkan perasaan tidak aman atau tidak terjamin. Sebab itu, timbul keinginan untuk membuang segala macam kebiasaan, tradisi, kepercayaan dan kekuasaan yang dirasakannya mempersempit kebebasannya bergerak menurut kehendak hatinya sendiri.
                              
7.    Inteligensi Pendalaman dalam Kepribadian
Tiap anak dibentuk juga oleh lingkungan dan pengalaman-pengalaman. Bagaimana lingkungan dan pengalaman mempengaruhi individu itu tergantung pada dan merefleksikan faktor yang kedua, yaitu faktor-faktor atau sifat yang khusus dan integrasi yang unik, yang meliputi :
Mengenal anak berati mengenal respons dan tingkah lakunya dalam bermacam-macam situasi. Mengenal tidak hanya berati atau meliputi pengumpulan data-data dan tingkah laku tentang anak, karena “data” itu sendiri hanya dapat digunakan dengan baik jika bertalian dengan situasi dan waktu di mana fakta-fakta tersebut telah diperoleh.
Mengenal meliputi aspek yang banyak sekali dan yang cukup kompleks, misalnya:
I.            Mengenal variasi dalam kecepatan perkembangan jasmani, jiwani dan rohani.
II.         Mengenal “persepsi” (penerimaan) dunia atau sekitar anak.
III.       Mengenal tingkah laku yang hanya dimiliki karena harapan dari kebudayaan.
 IV.      Mengenal tingkah laku sebagai gejala saja
V.          Mengenal bahwa tingkah laku yang dipelajari juga dapat diubah dengan proses belajar.
VI.       Mengenal bahwa jika anak tidak berhasil atau mampu menyesuaikan diri dengan faktor-faktor dalam lingkungannya ia akan mengambil sikap dan tingkah laku tertentu untuk menutupi kegagalannya.
VII.    Kemungkinan juga seseorang anak memiliki keterampilan atau kecerdasan khusus yang belum diketahui dan belum digali,dan banyak hal lagi yang perlu dikenal. “Mengenal anak” adalah proses yang berlangsung terus dan tidak ada habisnya.
Cara yang sederhana, yang “informal”, yang wjar dan yang berjalan terus-menerus sering kali cukup efektif: misalnya mengatur ruang kelas dan tempat duduk anak sedemikian rupa agar setiap anak mendapatkan perhatian guru dengan mempertimbangkan kebutuhan anak, kelemahan dan kekuatan tiap-tiap anak. Penting bagi pembimbing untuk memilih cara yang tepat diperlukan dalam usaha atau kegiatan membimbing pada saat itu.
Beberapa segi atau hal yang perlu diketahui pembimbing dalam menolak anak dan cara yang dipakai:
1)      Pengalaman-pengalaman yang lampau dalam pendidikan melalui surat, tes, pertanyaan, wawancara, dan lain-lain.
2)      Kegiatan ekstrakurikuler, melalui questionaire (angket).
3)      Kegiatan pada waktu luang, melalui angket (questionaire), biografi, catatan harian, dan lain-lain.
4)      Penyesuaian sosial, melalui anecdotal record, observasi, dan lain-lain.
5)      Latar belakang rumah, melalui wawancara, angket (questionaire).
6)      Kesehatan, melalui observasi, pemeriksaan dan lain-lain.
7)      Kecakapan dan keterampilan baik yang akademis maupun aestetis, sosial, teknis dan lain-lain. Melaui  observasi, catatan harian, angket dan lain-lain.
8)      Minat, terutama melaui sikap terhadap kegiatan dan orang.
9)      Rencana dan harapan-harapan, melalui hubungan informal dan wawancara.
Semua orang yang ikut berpartisipasi dalam proses pendidikan dan pengajaran anak, hendaknya mengenal pribadi anak didik.

C.     PERBEDAAN – PERBEDAAN INDIVIDUAL
Setiap anak mempunyai perbedaan baik dari segi fisik, emosi, rohani maupun kecerdasan. Kepribadian dan motivasi cenderung menentukan penyesuaian diri dan performansi akademik anak, seperti halnya : beberapa siswa tidak mau mengambil resiko mencoba menghadapi tugas – tugas ataupun sesuatu yang baru karena takut gagal dan salah. Itu adalah pemikiran yang sangat dangkal yang harus bisa diubah,  oleh seorang pendidik dengan cara yang kreatif dan dapat memotivasi anak untuk mencoba sesuatu yang baru supaya tidak takut gagal dan salah.
Oleh karena itu kegagalan, sesuatu yang sangat indah karena dengan kegagalan itu kita tidak dapat menyerah dan ingin mencobanya lagi. Fikiran setiap anak didik berbeda dalam menangkap sesuatu yang baru, bisa positif ataupun negative, maka peran dan motivasi seorang pendidik dapat mempengaruhinya. Yang sesuai dengan tujuan pendidikan mencerdaskan anak bangsa, cerdas bukan hanya secara fisik tetapi juga secara rohani. Menurut Attinson dan Feather mengembangkan modal yang sangat berguna untuk menjelaskan disintegrasi motivasi siswa untuk berhasil belajar ketika pengalaman belajar masa lampau menyebabkan merasa tak senang dan takut akan gagal. Dari McCelland dikenal dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement  ( N.Ach ) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda – beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Menurut McCelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi ( high achievers ) memiliki tiga ciri umum yaitu :
1.    Sebuah presensi untuk mengerjakan tugas – tugas dengan derajat kesulitan moderat.
2.    Menyukai situasi _ situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya – upaya mereka sendiri, dan bukan karena factor – factor lain, seperti kemujuran misalnya.
3.    Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, di bandingkan dengan mereka yang berprestasi tinggi.
Untuk membedakan hal – hal terdapat dalam batin seseorang dengan hal – hal yang terdapat dalam dunia luar. Rogers mengemukakan tentang konsep diri yang merupakan gabungan dari tiga unsur : 
1.    Bagaiamnan seseorang atau orang lain meliha tentang dirinya.
2.    Bagaiman kenyataan tentang dirinya
3.    Apa yang di cita – citakan tentang dirinya.
Factor – factor penting dari kepribadian dan motivasi yang mempengaruhi keberhasilan dalam situasi belajar :
1.    Self concept ( konsep diri )
2.    Locos of control ( pengendalian terhadap sesuatu )
3.    Kecemasan yang dialam oleh anak didik
4.    Motivasi hasil belajar
Manusia adalah makhluk yang istimewa, selain karena memiliki kemampuan-kemampuan lebih tinggi dari makhluk lainnya, ia juga memiliki apa yang disebut aku, diri atau dalam bahasa inggrisnya self atau ego. Karena memiliki aku ini dia dapat berdialog dengan orang lain yang juga punya aku. Individu juga dapat berdialog dengan dirinya, sebab aku ini bisa berperan sebaigai subjek (I) dan bisa juga berperan sebagai objek (Me).
Aku atau self meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari ataupun tidak disadari individu tentang dirinya. Aku yang disadari oleh individu disebut self picture atau gambaran aku, sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self atau aku tak sadar.
Telah di kemukakan diatas bahwa self melibatkan kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita – cita. Sejauh mana individu dapat memiliki kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita – citanya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama kesehatan mentalnya. Begitu pula, setiap orang memiliki sikap dan perasaan tertentu terhadap dirinya. Sikap akan di wujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan dengan pembentukan harga diri (penilaian diri), yang menurut Maslow merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting. Betapa pentingnya setiap orang untuk dapat membangun dan memenuhi kebutuhan harga diri secara realistic, melalui pengembangan segenap potensi yang dimilikinya hingga menjadi sebuah prestasi. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasilitator.
Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi tingkah lakunya untuk mendapatkan gambaran umum tentang dirinya yang berkembang sesuai dengan umur dan pengaruh lingkungan. Menurut Rotter, Locus of control mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi eksternal dan dimensi internal. Dimensi eksternal akan menganggap bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu berada di luar diri si pelaku. Orang tua yang dominan, terlalu melarang, mengecam, mengakibatkan orang tuanya mempunyai sifat gerogi, curiga, dan rasa permusuhan. Sedangkan dimensi internal melihat bahwa tanggung jawab segala perbuatan itu berada pada diri sendiri si pelaku.
Orang tua yang sangat mendorong, membantu, mengharap anak segera dapat berdiri sendiri di usia muda, yang membuat kecemasan menggambarkan keadaan emosional yang dikaitkan dengan ketakutan.
Kecemasan dapat dirasakan oleh setiap anak didik, seperti anak pandai akan gelisah ataupun cemas ketika akan menghadapi ujian atau teks tidak terkecuali anak yang sedang dan kurang pandai. Rasa cemas hilang, ketika orang tua dapat memberikan dorongan atau motivasi. Attinson dan feather (1966) menyatakan bahwa situasi kompetitif timbul karena: keinginan untuk berhasil dan keinginan untuk tidak gagal

Rangkuman
Anak didik memandang sekolah sebagai mencarinya sumber “ bekal “ yang akan menbuka dunia bagi mereka. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat dimana anaknya akan mengembangkan kemampuan. Pemerintah berharap agar sekolah akan mempersiapkan anak untuk memjadi warga negara yang baik dan cakap. Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan, yang menolong anak tidak hanya mengenal diri serta kemanpuan tetapi juga mengenal dunia disekitarnya. Dalam hal ini agar dapat menolong anak ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan dalam konteks ( situasi ) hidupnya dimana ia hidup. Tanpa pengenalan tidak mungkin kita membuat rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Bimbingan yang benar yang berhasil harus didasarkan pengenalan terhadap dan tentang anak didik yang di bimbingannya.
Faktor-faktor yang mendukung dalam berkembang pendidikan anak didalam pengenalan anak didik dalam psikologi, diantaranya :
1.    Empiris Sosial Psikologi
2.    Empiris Trancendel
3.    Anak pada Hakikatnya Baik
4.    Kebutuhan Pokok Anak
5.    Anak Didik Tidak Boleh Diukur oleh Kemampuan Pendidikan
6.    Langkah-langkah perkembangan
7.    Inteligensi Pendalaman dalam Kepribadian
Kepribadian dan motivasi cenderung menentukan penyesuaian diri dan performansi akademik anak, seperti halnya : beberapa siswa tidak mau mengambil resiko mencoba menghadapi tugas – tugas ataupun sesuatu yang baru karena takut gagal dan salah. Itu adalah pemikiran yang sangat dangkal yang harus bisa diubah,  oleh seorang pendidik dengan cara yang kreatif dan dapat memotivasi anak untuk mencoba sesuatu yang baru supaya tidak takut gagal dan salah. Oleh karena itu kegagalan, sesuatu yang sangat indah karena dengan kegagalan itu kita tidak dapat menyerah dan ingin mencobanya lagi. Fikiran setiap anak didik berbeda dalam menangkap sesuatu yang baru, bisa positif ataupun negative, maka peran dan motivasi seorang pendidik dapat mempengaruhinya. Yang sesuai dengan tujuan pendidikan mencerdaskan anak bangsa, cerdas bukan hanya secara fisik tetapi juga secara rohani.
Factor – factor penting dari kepribadian dan motivasi yang mempengaruhi keberhasilan dalam situasi belajar :
1.    Self concept ( konsep diri )
2.    Locos of control ( pengendalian terhadap sesuatu )
3.    Kecemasan yang dialam oleh anak didik
4.    Motivasi hasil belajar


Daftar Pustaka

Drs. Soemanto, Wasty, M.Pd. 1990. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Prof. Dr. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.